Fenomena Pacaran Remaja Ditinjau Dari Psikologi Sosial Islami

0

 


1. Pendahuluan: Tidak Ada Pacaran dalam Islam

Dalam Islam, hubungan lawan jenis di luar pernikahan seperti “pacaran” adalah bentuk interaksi yang tidak dibenarkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 32:
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

Pacaran adalah bentuk pendekatan yang mendekati zina — secara emosional maupun fisik. Dalam Islam, hanya ada dua posisi relasi antara laki-laki dan perempuan: non-mahram yang dijaga jaraknya atau pasangan sah dalam pernikahan.


2. Fenomena Sosial: Pacaran Remaja Zaman Sekarang

Saat ini, kita menyaksikan perubahan besar dalam perilaku remaja. Jika dahulu pacaran dilakukan sembunyi-sembunyi, kini mereka terang-terangan berpacaran, mengunggah momen kebersamaan di media sosial, saling berbalas komentar mesra, bahkan sudah tidak malu lagi memperkenalkan pacarnya di depan umum, termasuk kepada orang tua.

Contoh perbuatan yang lazim terjadi:

  • Bergandengan tangan, berboncengan motor, saling mengirim pesan mesra (chatting), video call di malam hari

  • Merayakan “hari jadian”, membelikan kado, hingga mengunggah foto berdua di media sosial

  • Pacaran di sekolah, di tempat umum seperti kafe, bahkan di tempat ibadah


3. Penyebab Utama: Analisis Psikologi Sosial Islami

A. Normalisasi oleh Lingkungan & Budaya Populer

Pacaran dipromosikan oleh:

  • Drama Korea, sinetron remaja, lagu-lagu cinta yang menggambarkan bahwa cinta sebelum nikah adalah hal romantis.

  • Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube yang memperlihatkan pasangan remaja sebagai “goals” atau contoh ideal.

  • Teman sebaya yang ikut-ikutan pacaran sehingga ada tekanan sosial (peer pressure) agar tidak dianggap “ketinggalan zaman”.

B. Minimnya Pendidikan Akhlak dan Fikih Pergaulan

Banyak remaja tidak diajarkan secara detail batas-batas pergaulan dalam Islam, baik di rumah maupun di sekolah. Bahkan orang tua banyak yang menganggap pacaran sebagai “hal biasa” atau “pengalaman cinta pertama”.

C. Tidak Ada Rasa Malu dan Hilangnya Khauf (rasa takut kepada Allah)

Hilangnya rasa malu (al-hayaa’) sebagai bagian dari iman, menjadikan pacaran dianggap biasa. Nabi SAW bersabda:

“Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Bukhari)


4. Apakah Ini Gerakan Merusak Bangsa?

Dari sudut pandang psikologi sosial Islami, ya, ini adalah bagian dari “ghazwul fikri” (perang pemikiran dan budaya).
Remaja yang kehilangan akhlak akan:

  • Lemah secara spiritual

  • Lalai dalam pendidikan

  • Mudah diperdaya oleh ide-ide sekuler dan liberal

Mereka menjadi generasi yang lemah daya juangnya, karena energi mereka dihabiskan untuk mengejar cinta semu, bukan ilmu, iman, atau amal.


5. Solusi Islami dan Psikologis untuk Mencegah Pacaran

A. Edukasi Agama Sejak Dini

Ajarkan fikih pergaulan dan konsep cinta dalam Islam. Bahwa cinta yang halal dan indah adalah setelah akad nikah, bukan sebelum.

Contoh: buat kelas tahfidz atau mentoring khusus remaja dengan pembahasan seperti “Cinta dalam Islam”, “Hijrah Cinta”, “Pacaran = Mendekati Zina”.

B. Keteladanan Orang Tua dan Guru

Jangan menormalisasi pacaran. Orang tua harus:

  • Menjaga anak dari penggunaan gadget tanpa pengawasan

  • Tidak membiarkan anak mengenalkan “pacar”

  • Menanamkan rasa malu dan takut kepada Allah

C. Lingkungan Positif dan Komunitas Islami

Buatkan lingkaran komunitas dakwah remaja di sekolah atau masjid. Komunitas seperti ini bisa menjadi wadah yang memberi pengaruh positif dan menghindarkan dari pergaulan bebas.

D. Pengawasan Media Sosial dan Filter Tontonan

Gunakan aplikasi pemantau orang tua, dan hindari anak menonton:

  • Drama romantis remaja

  • Konten TikTok yang mempertontonkan pacaran

  • Musik-musik cinta picisan

Contoh: alihkan pada konten edukatif, dakwah kreatif, atau video motivasi islami.

E. Menanamkan Rasa Takut kepada Allah (Khauf) dan Takut Hisab

Ajarkan bahwa setiap perbuatan akan dicatat dan dipertanggungjawabkan.

Tampilkan kisah nyata dari remaja yang menyesal telah pacaran, hingga ada yang terjerumus zina, bahkan hamil di luar nikah.
Gunakan pendekatan reflektif: “Bagaimana jika engkau wafat saat sedang video call dengan pacar di malam hari?”


6. Penutup: Kembali ke Jalan yang Lurus

Sebagai psikolog sosial islami, saya percaya bahwa penguatan akidah, akhlak, dan komunitas yang sehat adalah kunci untuk menyelamatkan generasi. Kita tidak bisa hanya menyalahkan anak-anak muda, tapi juga harus membina, mengarahkan, dan menjadi contoh bagi mereka.


Referensi

  1. Al-Qur'an Surat Al-Isra’:32

  2. HR. Bukhari: Hadits tentang rasa malu

  3. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Bab tentang Adab dan Cinta dalam Islam)

  4. Asep Sapa’at, 2020. Psikologi Remaja dalam Perspektif Islam. UIN Press

  5. Tarigan, M. 2023. Media Sosial dan Disorientasi Akhlak Remaja Muslim. Jurnal Komunikasi dan Dakwah, Vol. 12(1)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)