1. Hakikat Muslimah Shalihah: Memiliki Rasa Malu
Rasa malu (al-hayaa’) adalah bagian dari iman, dan ia merupakan mahkota bagi seorang wanita Muslimah. Rasulullah ï·º bersabda:
“Malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasa malu adalah benteng pelindung dari kehinaan. Namun hari ini, rasa malu banyak terkikis oleh budaya eksistensi di media sosial. Seorang wanita shalihah seharusnya menjaga aurat, menundukkan pandangan, menjaga kehormatan, dan tidak menampakkan kecantikannya kepada yang bukan mahram.
2. Fenomena Muslimah yang Tergoda Eksistensi di Media Sosial
Banyak muslimah kini mengumbar diri di media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, bahkan Facebook. Tujuannya bukan lagi untuk menyampaikan ilmu atau dakwah, tapi untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan.
Contoh Perilaku yang Terjadi:
-
Selfie dengan pose menggoda meski memakai hijab, menonjolkan kecantikan wajah dengan riasan tebal.
-
Video lipsync dengan ekspresi manja, goyangan tubuh, atau tren challenge yang tidak pantas.
-
Berpakaian ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh walau berhijab.
-
Membagikan aktivitas pribadi yang seharusnya hanya konsumsi keluarga, seperti dalam kamar, di tempat tidur, atau saat berpakaian rumah.
-
Mengejar followers, likes, komentar pujian dari lawan jenis.
Semua ini berlawanan dengan prinsip kehormatan dan rasa malu dalam Islam.
3. Apa Penyebabnya? Analisis Psikologi Sosial Islami
A. Hasrat “Ingin Diakui” (Need for Validation)
Perempuan memiliki kebutuhan alami untuk dihargai dan diakui kecantikannya, dan media sosial menawarkan itu dalam bentuk:
-
Jumlah likes, komentar, share, dan followers.
-
Rasa bangga jika dikomentari “cantik”, “aesthetic”, atau “hijabers goals”.
Padahal itu adalah pujian kosong yang bisa menjadi penyebab dosa dan fitnah, terutama jika datang dari laki-laki non-mahram.
B. Pengaruh Budaya Populer dan Figur Publik
Tokoh-tokoh publik, termasuk “influencer muslimah”, kerap menampilkan diri dengan dandanan modis dan gaya hidup glamor. Ini mendorong muslimah awam untuk meniru, tanpa menyadari bahwa mereka justru menjadi objek komoditas media.
Contoh: Fashion hijab yang menonjolkan gaya, bukan menutup aurat dengan syar’i.
C. Kurangnya Ilmu dan Bimbingan
Banyak muslimah muda belum memahami hukum tabarruj, aurat, dan adab bermedia sosial. Sebagian bahkan menganggap wajar memamerkan kecantikan, karena lingkungannya pun melakukan hal serupa.
D. Lingkungan dan Tekanan Sosial
Teman sebaya yang aktif memamerkan kehidupannya membuat yang lain merasa “ketinggalan zaman” jika tidak ikut. Ini termasuk bentuk tekanan sosial digital (digital peer pressure).
4. Bahaya Posting Publik: Sekali Upload, Satu Dunia Bisa Melihat
Media sosial adalah ruang publik global. Sekali foto atau video diposting:
-
Dapat dilihat oleh jutaan mata, termasuk laki-laki asing.
-
Dapat diunduh, disebarkan, bahkan disalahgunakan.
-
Akan menjadi jejak digital yang tidak bisa dihapus, meskipun dihapus dari akun pribadi.
-
Bahkan, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari kiamat.
“Barangsiapa menunjukkan suatu keburukan, maka ia mendapat dosa seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)
5. Solusi Islami agar Muslimah Tidak Tergoda Fitnah Dunia
A. Perkuat Rasa Takut kepada Allah (Khauf) dan Ilmu Syariat
Ajarkan pentingnya ikhlas dalam beramal, bukan karena ingin dilihat manusia. Perlu difahami bahwa aurat bukan hanya bagian tubuh, tetapi juga suara, ekspresi wajah, dan penampilan.
Contoh amalan:
Membaca tafsir QS. An-Nur dan QS. Al-Ahzab.
Mengikuti kajian khusus muslimah tentang aurat, malu, dan digital ethics.
B. Jaga Niat Saat Bermedia Sosial
Sebelum posting, tanyakan dalam hati:
-
Apakah ini bermanfaat?
-
Apakah ini akan mengundang pandangan non-mahram?
-
Apakah ini bisa menjadi dosa jariyah?
Jika ragu, tinggalkan.
C. Ganti Eksistensi dengan Karya, Bukan Diri
Alihkan penggunaan media sosial untuk berbagi ilmu, karya, dan dakwah. Biarkan yang dikenal adalah ilmunya, bukan wajahnya.
Contoh: Akun muslimah yang membagikan tulisan, kutipan inspiratif, resep, atau karya seni tanpa menampilkan wajah secara langsung.
D. Batasi Paparan pada Konten Tak Bermoral
Gunakan filter konten, unfollow akun yang menampilkan aurat, dan ikuti akun-akun yang mendorong hijrah, dakwah, dan ibadah.
E. Bentuk Lingkaran Ukhuwah
Bergabunglah dengan komunitas muslimah yang saling menasihati, baik secara offline maupun online. Dukungan lingkungan positif sangat berperan.
6. Penutup: Kembali pada Kemuliaan Muslimah
Seorang muslimah mulia bukan karena kecantikannya dipamerkan, tapi karena auratnya dijaga dan akhlaknya dipelihara. Kemuliaan wanita bukan di mata manusia, tapi di sisi Allah.
“Wanita yang shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.” (HR. Muslim)
Jadilah muslimah yang dikenal langit karena ibadahnya, bukan dikenal dunia karena postingannya.
Referensi
-
QS. An-Nur: 30-31
-
QS. Al-Ahzab: 33, 59
-
Hadits Shahih Muslim: Tentang rasa malu
-
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin – Bab Malu dan Kesederhanaan
-
Nashiruddin al-Albani, Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah
-
Siti Maryam, 2021. Hijrah Digital: Etika Muslimah di Media Sosial, Jurnal Psikologi Islam UIN