Apa itu Bullying?

0

 


1. Apa Itu Bullying dan Cyberbullying

Bullying adalah tindakan menyakiti orang lain — bisa lewat fisik, verbal, sosial, atau psikologis — secara berulang dan sengaja untuk menunjukkan kekuasaan atau merendahkan korban.
Sementara cyberbullying adalah bentuk perundungan yang dilakukan lewat media digital seperti media sosial, pesan singkat, grup chat, atau platform online lainnya.

Contoh:

  • Menghina di media sosial, membuat meme ejekan.
  • Menyebarkan foto atau video pribadi tanpa izin.
  • Mengucilkan seseorang dari grup online.
  • Mengirim pesan ancaman atau intimidasi.

 

2. Mengapa Orang Melakukan Bullying

Ada beberapa alasan psikososial yang mendorong seseorang menjadi pelaku bullying. Ini bukan sekadar soal “nakal”, tapi seringkali ada faktor yang lebih dalam:

  1. Ingin Berkuasa atau Dianggap Hebat
    Banyak pelaku merasa “berkuasa” saat bisa mengendalikan atau mempermalukan orang lain. Ini sering muncul karena mereka sendiri kurang mendapat rasa dihargai di lingkungannya.
  2. Menyalurkan Emosi atau Masalah Pribadi
    Beberapa pelaku justru pernah menjadi korban di rumah atau lingkungan lain, sehingga mereka menyalurkan rasa marah, kecewa, atau rendah diri dengan menyakiti orang lain.
  3. Tekanan Sosial atau Ingin Diterima
    Dalam kelompok teman, kadang seseorang ikut-ikutan mengejek agar dianggap “kompak” atau “tidak lemah”. Ini banyak terjadi di kalangan remaja.
  4. Kurangnya Empati dan Kontrol Diri
    Pelaku sering tidak memahami atau tidak peduli bagaimana perasaan korban. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya pendidikan karakter atau keteladanan dari orang dewasa.

 

3. Sanksi dan Konsekuensi bagi Pelaku

Tindakan bullying bukan hal sepele.
Secara sosial, pelaku bisa kehilangan kepercayaan dari teman, guru, dan lingkungan. Secara hukum dan pendidikan:

  • Di sekolah, pelaku bisa dikenai sanksi disiplin (pembinaan, skorsing, bahkan pemindahan sekolah).
  • Di dunia digital, cyberbullying termasuk pelanggaran hukum. Berdasarkan UU ITE No. 11 Tahun 2008 Pasal 27 dan 28, pelaku bisa dikenai pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar jika menyebarkan konten yang mencemarkan nama baik atau berisi ancaman.

 

4. Kalau Kita Jadi Korban, Apa yang Harus Dilakukan?

Inilah bagian paling penting — bagaimana kita menghadapi situasi itu dengan bijak dan kuat, tanpa membuat luka makin dalam.

  1. Jangan Melawan dengan Cara yang Sama
    Melawan dengan marah atau balas menghina hanya memperpanjang masalah. Ingat: pelaku ingin memancing emosi kita. Ketika kita tenang, mereka kehilangan kendali.
  2. Simpan Bukti
    Kalau ini cyberbullying, screenshot, rekam, atau simpan semua bukti. Ini bisa dipakai jika perlu laporan ke guru BK, orang tua, atau pihak berwenang.
  3. Bicarakan dengan Orang yang Bisa Dipercaya
    Jangan hadapi sendiri. Ceritakan ke guru, orang tua, sahabat, atau konselor sekolah. Dukungan sosial sangat penting agar kita tidak terjebak dalam rasa takut atau malu.
  4. Bangun Kekuatan Diri dan Dukungan Positif
    Fokuslah pada kegiatan positif: ikut komunitas, olahraga, atau aktivitas yang membuat kita merasa berarti. Lingkungan positif bisa memperkuat rasa percaya diri.
  5. Konsultasi Psikolog Jika Trauma
    Kalau mulai merasa takut, cemas, sulit tidur, atau kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukai — jangan ragu datang ke psikolog sekolah atau layanan konseling. Ini bukan tanda lemah, tapi bentuk kepedulian pada diri sendiri.

 

5. Diam Bukan Berarti Lemah — Tapi Tahu Waktu untuk Bertindak

Kadang diam adalah cara paling bijak untuk memutus lingkaran provokasi.
Namun diam total tanpa mencari bantuan juga tidak benar.
Yang tepat adalah tidak bereaksi impulsif, tetapi bertindak strategis — melapor, mencari dukungan, dan menjaga martabat diri.

 

6. Solusi Bijak untuk Mengurai Trauma

  1. Terima bahwa ini bukan salah kita.
    Korban sering merasa bersalah atau malu, padahal kesalahan ada pada pelaku.
  2. Pulihkan kepercayaan diri perlahan.
    Bisa lewat journaling (menulis perasaan), berbicara dengan teman suportif, atau ikut kegiatan sosial.
  3. Jangan menutup diri.
    Rasa trauma sering membuat seseorang menjauh dari orang lain. Justru, berbagi cerita dengan orang tepercaya bisa mempercepat penyembuhan.

 

7. Penutup

Bullying dan cyberbullying bukan sekadar masalah perilaku remaja, tapi cermin kesehatan sosial sekolah dan keluarga.
Kuncinya adalah empati, komunikasi, dan keberanian untuk peduli — baik dari korban, pelaku, maupun lingkungan.

Seperti kata psikolog pendidikan Dr. Dan Olweus (1993), pelopor penelitian bullying di Norwegia:

“Bullying bukan hanya masalah antara dua individu, tapi masalah seluruh komunitas yang membiarkan kekuasaan disalahgunakan.”

 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)