1. Pendahuluan: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Kalau
kita lihat kehidupan masyarakat sekarang, banyak orang yang mulai merasa “ada
yang hilang” dalam kehidupan sosial kita. Anak-anak makin pintar secara
teknologi, tapi sering kali kurang sopan santun. Mereka bisa mengoperasikan
gawai canggih, tapi tidak tahu bagaimana cara menyapa orang yang lebih tua.
Dulu,
hal-hal seperti menghormati guru, menyapa tetangga, dan membantu orang tua
adalah hal biasa dan dianggap wajar. Sekarang, hal-hal itu mulai
dianggap “jadul” atau “nggak keren.”
Inilah
yang disebut dengan pergeseran nilai moral — perubahan cara berpikir dan
bertingkah laku masyarakat terhadap hal-hal yang dulunya dianggap penting, tapi
sekarang mulai diabaikan.
2. Perbandingan Zaman Dulu dan Sekarang
Aspek |
Zaman Dulu |
Zaman Sekarang |
Sikap
terhadap guru dan orang tua |
Hormat,
patuh, takut salah bicara |
Lebih
berani membantah, bahkan melawan di media sosial |
Kedisiplinan |
Dianggap
bentuk kasih sayang dan pembelajaran |
Sering
dianggap kekerasan atau pelanggaran hak |
Gaya
hidup |
Sederhana,
gotong royong, saling bantu |
Individualistis,
sibuk dengan gawai masing-masing |
Pergaulan |
Banyak
di dunia nyata, penuh interaksi sosial |
Lebih
banyak di dunia maya, minim empati langsung |
Sumber
panutan |
Orang
tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat |
Influencer,
selebritas, konten viral di media sosial |
Tujuan
hidup |
Hidup
bermanfaat dan berakhlak baik |
Hidup
terkenal, sukses cepat, banyak followers |
3. Ciri-Ciri Pergeseran Nilai Moral
Beberapa
tanda-tanda yang bisa kita rasakan di lingkungan kita saat ini antara lain:
- Menurunnya
rasa hormat terhadap orang yang lebih tua, guru, dan
aturan.
- Krisis
sopan santun, baik dalam berbicara maupun bersikap.
- Meningkatnya
egoisme, ingin menang sendiri, tidak mau diatur.
- Hilangnya
rasa tanggung jawab dan malu.
- Perilaku
konsumtif dan pamer, terutama di media sosial.
- Kurangnya
empati — mudah menertawakan kesalahan orang lain.
- Menurunnya
semangat gotong royong dan kebersamaan.
4. Penyebab Pergeseran Nilai dan Krisis Keteladanan
Fenomena
ini tidak muncul begitu saja. Ada banyak faktor yang memengaruhinya, antara
lain:
a. Kemajuan Teknologi yang Tak Diimbangi Nilai
Moral
Anak-anak
sekarang lahir di era digital. Mereka belajar cepat dari internet, tapi tidak
selalu bisa membedakan mana yang benar dan salah. Banyak yang meniru
perilaku “viral” tanpa berpikir akibatnya.
b. Keluarga yang Kurang Hadir Secara Emosional
Banyak
orang tua sibuk bekerja, akhirnya waktu berbicara dengan anak berkurang. Anak
lebih banyak belajar dari internet daripada dari orang tuanya sendiri.
c. Keteladanan yang Menurun di Lingkungan Sosial
Ketika
orang dewasa tidak memberi contoh baik — misalnya mudah marah, melanggar
aturan, atau bicara kasar — anak-anak akan meniru. Mereka belajar dari apa yang
mereka lihat, bukan dari apa yang kita ucapkan.
d. Budaya Serba Cepat dan Instan
Zaman
sekarang menuntut hasil cepat. Anak-anak ingin sukses tanpa proses. Padahal, nilai
moral tumbuh lewat proses panjang dan pembiasaan, bukan hasil instan.
e. Media Sosial dan Krisis Panutan
Banyak
anak menjadikan influencer sebagai panutan. Sayangnya, tidak semua influencer
memberi contoh baik. Akibatnya, nilai moral tergeser oleh gaya hidup
“trending”.
5. Akibat dari Pergeseran Nilai dan Hilangnya
Keteladanan
Kalau hal
ini terus dibiarkan, dampaknya bisa sangat serius bagi generasi muda dan masa
depan bangsa, di antaranya:
- Hilangnya
rasa hormat terhadap guru dan orang tua.
- Meningkatnya
perilaku menyimpang, seperti bullying, tawuran, atau perundungan
daring (cyberbullying).
- Melemahnya
solidaritas sosial dan empati.
- Munculnya
generasi yang pintar tapi tidak beradab.
- Lunturnya
identitas bangsa — nilai-nilai gotong royong, sopan santun,
dan saling menghargai memudar.
6. Solusi untuk Mengembalikan Moral dan Keteladanan
a. Keluarga Harus Kembali Jadi Sekolah Pertama
Anak-anak
belajar paling awal dari rumah. Orang tua harus hadir, mendengar, dan menjadi
teladan dalam sikap sehari-hari: jujur, sopan, sabar, dan bertanggung jawab.
Nilai
tidak diajarkan dengan kata-kata, tapi dihidupkan lewat contoh.
b. Sekolah Menanamkan Nilai Lewat Keteladanan,
Bukan Ceramah
Guru
tidak cukup hanya “mengajarkan” moral. Guru harus memperlihatkan moral itu
lewat perilaku — disiplin, adil, dan menghargai murid.
c. Media Sosial Harus Digunakan Secara Positif
Gunakan
media sosial untuk menyebarkan inspirasi, bukan sensasi. Jadikan media sebagai
sarana edukasi moral dan berbagi kebaikan.
d. Lingkungan Sosial Harus Mendukung
Masyarakat
harus kompak menegakkan nilai-nilai moral. Jangan hanya menuntut sekolah, tapi
ikut membimbing anak-anak di lingkungan.
e. Gerakan Nasional Keteladanan
Pemerintah
dan lembaga pendidikan bisa membuat gerakan bersama, seperti Gerakan Sopan
Digital, Hari Keteladanan Nasional, atau Sekolah Berkarakter.
Ini penting agar nilai-nilai luhur bangsa tidak punah.
7. Penutup: Menjadi Teladan, Sekalipun Kecil
Pergeseran
nilai moral memang tantangan besar zaman ini. Tapi perubahan besar selalu
dimulai dari langkah kecil.
Mulailah dengan diri sendiri:
- Bersikap
sopan,
- Jujur
dalam pekerjaan,
- Menghormati
guru,
- Menyayangi
anak,
- Tidak
menyebar kebencian di media sosial.
Karena
bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang cerdas, tapi bangsa yang beradab
dan berakhlak.
“Anak-anak
tidak selalu mendengarkan orang tuanya, tapi mereka selalu menirunya.”
— James Baldwin