1. Dosa-Dosa Besar dalam Islam
Dalam
berbagai sumber klasik — terutama Kitab al-Kabair karya Imam Adz-Dzahabi
dan al-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair karya Ibnu Hajar al-Haitami — dosa
besar (kabā’ir) didefinisikan sebagai setiap pelanggaran yang:
- Ditegaskan
dengan ancaman hukuman berat di dunia atau akhirat, atau
- Disebut
secara eksplisit oleh Al-Qur’an dan Hadis sebagai perbuatan yang dimurkai
Allah.
Beberapa
dosa besar yang relevan dengan konteks sosial media antara lain:
Kategori Dosa |
Contoh Perbuatan |
Ayat/Hadis Relevan |
Riya
(pamer ibadah) |
Menunjukkan
amal saleh agar dipuji |
QS.
Al-Ma'un [107]: 6 |
Ghibah
(menggunjing) |
Membicarakan
keburukan orang lain |
QS.
Al-Hujurat [49]: 12 |
Namimah
(adu domba) |
Menyebar
isu untuk memecah belah |
HR.
Muslim no. 105 |
Dusta /
Fitnah |
Menyebarkan
informasi palsu |
QS.
An-Nur [24]: 15-16 |
Hasad
(iri dan dengki) |
Tidak
senang dengan keberhasilan orang lain |
QS.
Al-Falaq [113]: 5 |
Takabbur
(sombong) |
Merasa
diri lebih unggul dari orang lain |
QS.
Luqman [31]: 18 |
Israf /
Tabdzir (berlebihan) |
Menghambur-hamburkan
waktu dan harta |
QS.
Al-Isra [17]: 27 |
Zina
pandangan |
Melihat
hal yang diharamkan |
QS.
An-Nur [24]: 30-31 |
Sumpah
palsu / kebohongan publik |
Membuat
narasi tidak benar untuk keuntungan diri |
HR.
Bukhari no. 33 |
2. Refleksi Dosa dalam Aktivitas Media Sosial
Media
sosial dapat menjadi ruang sosial digital di mana perilaku berdosa mudah
muncul tanpa disadari, karena lemahnya kontrol diri (muraqabah) dan
dorongan untuk diakui publik (social validation).
a. Riya Digital (Pamer Amal dan Kesalehan Online)
- Perilaku:
Mengunggah sedekah, ibadah, atau aktivitas sosial bukan untuk memberi
inspirasi, tetapi agar dipuji.
- Analisis: Ini
termasuk bentuk riya modern jika niatnya bukan lillāh, melainkan
untuk citra digital.
- Solusi:
Niatkan dakwah dengan keikhlasan dan hindari “branding diri” religius yang
manipulatif.
b. Ghibah dan Fitnah Online
- Perilaku:
Mengomentari fisik, gaya hidup, atau kehidupan pribadi orang lain;
menyebarkan rumor tanpa tabayyun.
- Dampak:
Mengotori hati, menimbulkan kebencian sosial, dan menciptakan toxic
culture.
- Analisis
Sosial: Dalam konteks cyberethics Islam, hal
ini melanggar prinsip husnuzhan dan amar ma’ruf nahi munkar.
c. Namimah (Adu Domba Digital)
- Perilaku:
Mengirimkan tangkapan layar percakapan untuk memprovokasi pihak lain,
membuat konten yang memperuncing perbedaan.
- Dampak
Sosial: Meningkatkan polarisasi, perpecahan sosial,
dan ujaran kebencian.
- Dalil: Rasulullah
ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR.
Muslim).
d. Hasad (Kecemburuan Sosial Digital)
- Perilaku: Iri
terhadap postingan orang lain (gaya hidup, karier, kecantikan).
- Efek
Psikososial: Timbulnya social comparison disorder,
depresi, dan penurunan syukur (qana‘ah).
- Analisis:
Hasad digital melemahkan solidaritas sosial dan menimbulkan insecurity
culture.
e. Takabbur (Kesombongan Digital)
- Perilaku:
Pamer kemewahan, followers, atau pencapaian dengan merendahkan orang lain.
- Analisis: Ini
adalah bentuk digital narcissism yang bertentangan dengan akhlak
tawadhu.
f. Dusta dan Manipulasi Informasi
- Perilaku: Mengedit
foto/video berlebihan, membuat narasi palsu, atau menyebar hoaks politik
dan agama.
- Dalil:
“Cukuplah seseorang disebut pendusta ketika ia menceritakan setiap yang ia
dengar.” (HR. Muslim no. 5).
- Solusi:
Terapkan prinsip tabayyun (klarifikasi) sebelum berbagi.
g. Zina Mata dan Konten Tidak Pantas
- Perilaku:
Mengonsumsi atau menyebarkan konten sensual, meskipun tidak secara fisik.
- Analisis:
Termasuk zina pandangan (HR. Muslim no. 2657), karena dunia digital
menormalisasi sensualitas visual.
h. Israf dan Tabdzir Waktu
- Perilaku:
Menghabiskan waktu berjam-jam scroll tanpa manfaat, mengabaikan kewajiban
dunia dan akhirat.
- Analisis:
Islam menegaskan pentingnya manajemen waktu (QS. Al-‘Asr).
3. Analisis Etika Sosial Islam di Era Digital
Dari
perspektif sosiologi Islam, media sosial memperlihatkan transformasi
nilai:
- Privasi
menjadi Publikitas.
Akibatnya, niat dan amal mudah tercemar riya digital. - Dialog
berubah menjadi kompetisi pengakuan.
Menyebabkan perilaku hasad dan ujub. - Informasi
menjadi komoditas.
Mendorong kebohongan demi klik dan monetisasi (hoaks economy).
Secara
normatif, Islam menuntun umatnya untuk menjaga akhlak digital dengan
prinsip:
“Bertakwalah
kepada Allah di mana pun engkau berada.” (HR. Tirmidzi no. 1987).
Artinya, ruang digital pun termasuk “di mana pun” tersebut.
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Nilai Islam |
Perilaku di Dunia Nyata |
Perilaku Setara di Media
Sosial |
Solusi |
Ikhlas |
Ibadah
lillāh |
Membuat
konten tanpa pamrih popularitas |
Perbaiki
niat |
Jujur |
Tidak
berbohong |
Tidak
menyebar hoaks |
Tabayyun
sebelum posting |
Amanah |
Menjaga
rahasia |
Tidak
menyebar percakapan pribadi |
Hargai
privasi |
Tawadhu |
Tidak
sombong |
Tidak
pamer berlebihan |
Gunakan
media untuk berbagi ilmu |
Qana‘ah |
Mensyukuri
rezeki |
Tidak
iri postingan orang |
Fokus
pada nikmat diri |
5. Penutup
Dalam era
digital, dosa tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga virtual —
karena niat, kata, dan interaksi di media sosial mencerminkan kondisi batin.
Sebagaimana pesan Nabi ﷺ:
“Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Etika ini
menjadi fondasi moral umat Islam dalam berinteraksi di ruang digital,
agar media sosial menjadi wasilah dakwah, bukan sumber dosa.