Riya dan Flexing

0

 

Apa Itu Riya?

Riya berarti pamer dalam hal kebaikan atau ibadah, supaya dipuji orang.
Asalnya dari bahasa Arab “ra’a – yura’i”, artinya memperlihatkan sesuatu dengan sengaja agar dilihat orang lain.

📍 Intinya:
Seseorang melakukan kebaikan bukan karena ikhlas, tapi supaya terlihat “wah” di mata orang lain.

Contoh Perilaku Riya

  1. Sedekah tapi disiarkan ke media sosial, misalnya:
    “Aku baru nyumbang 5 juta buat anak yatim. Semoga menginspirasi ya!”
    (Padahal maksudnya lebih ke “lihat aku dermawan”).
  2. Shalat atau ibadah di tempat umum dengan niat biar dilihat orang.
    Misalnya sengaja suara doanya dikeraskan, atau posisi shalatnya biar kelihatan di foto.
  3. Membantu orang lalu mengunggahnya di story dengan caption berlebihan.
    Misalnya, “Nggak banyak yang bisa bantu orang seperti aku.”
  4. Posting kegiatan keagamaan bukan untuk dakwah, tapi untuk pencitraan.
    Contoh: upload foto haji/umrah dengan fokus pada gelang VIP, hotel, atau koper mahalnya.
  5. Memberi nasihat agama tapi dengan nada sombong.
    “Makanya, jadilah seperti saya yang selalu shalat tepat waktu.”

🪞Tanda-tanda riya:

  • Niat berubah dari “karena Tuhan” jadi “karena ingin dilihat orang”.
  • Kalau tidak ada yang melihat, semangatnya langsung turun.
  • Kalau dipuji orang, jadi makin semangat; kalau tidak, malah kecewa.

 


Apa Itu Flexing?

Flexing adalah istilah modern untuk pamer kekayaan, barang mahal, gaya hidup mewah, atau status sosial.
Biasanya dilakukan di media sosial agar orang lain kagum atau iri.

📍 Intinya:
Ingin terlihat sukses, keren, dan punya segalanya.

Contoh Perilaku Flexing

  1. Posting mobil baru, lengkap dengan caption:
    “Akhirnya kerja keras terbayar. Tuhan baik banget 🥰.”
  2. Unboxing barang mahal (jam tangan, tas, HP) sambil menyebut harganya.
    “Jam ini sih nggak seberapa, cuma 120 juta aja.”
  3. Review hotel mewah tapi lebih banyak menunjukkan kemewahan daripada memberi informasi.
    “Tuh lihat guys, kamar mandinya aja segede ruang tamu kalian!”
  4. Konten jalan-jalan atau umrah tapi fokus pada kemewahan.
    “Nih, pas umrah kemarin aku nginep di hotel bintang lima, view-nya Ka’bah langsung
    😎.”
  5. Pamer saldo rekening, sertifikat, atau hadiah dari brand mahal.
    “Nggak nyangka, kerja keras bisa sampai segini (padahal sambil buka rekening).”
  6. Pamer lewat gaya bicara:
    “Aku sih kalau nggak pakai parfum merek luar, ngerasa aneh.”

🪞Tanda-tanda flexing:

  • Ingin terlihat kaya, bukan berbagi informasi.
  • Sering membandingkan diri dengan orang lain.
  • Fokus pada “berapa harga” bukan “apa manfaat”.
  • Nggak tenang kalau tidak upload sesuatu yang bisa dikagumi orang.

Apakah Riya dan Flexing Itu Sama?

Tidak sepenuhnya sama, tapi mirip dalam niatnya.

Aspek

Riya

Flexing

Tujuan

Mencari pujian dalam hal kebaikan atau ibadah

Mencari pengakuan dalam hal duniawi

Bentuk

Pamer amal, ibadah, atau sifat baik

Pamer harta, gaya hidup, atau pencapaian

Nilai moral

Dosa (dalam pandangan agama) karena niatnya tidak ikhlas

Tidak selalu dosa, tapi bisa menjerumuskan ke kesombongan dan iri hati

Contoh

Posting sedekah di media sosial

Posting mobil baru, tas branded, atau hotel mewah

 Fenomena di Media Sosial Sekarang

Sekarang banyak orang bikin konten dengan niat “review”, tapi cara penyajiannya malah terkesan pamer.

Contohnya:

  1. Review Emas
    • Tujuan baik: kasih tahu cara memilih emas asli, cara tawar-menawar di toko.
    • Tapi kalau videonya fokus pada banyaknya emas, gelang, atau toko mewah → orang bisa menilai itu riya atau flexing.
  2. Review Hotel
    • Kalau tujuannya berbagi pengalaman, kasih informasi harga dan fasilitas → bagus.
    • Tapi kalau kontennya berisi kalimat seperti “kamar ini sih cuma buat yang mampu aja” → itu sudah pamer.
  3. Review Mobil atau Motor Baru
    • Kalau menjelaskan kelebihan dan kekurangannya secara objektif, itu edukatif.
    • Tapi kalau tujuannya hanya buat bilang “lihat, akhirnya aku beli mobil ini juga!” → jadi flexing.
  4. Review Gaya Hidup
    • “Morning routine” tapi semua alat yang dipakai branded dan mahal → niatnya terlihat ingin dipuji.

 Kenapa Banyak Orang Melakukan Riya atau Flexing?

  1. Ingin Diakui
    Manusia memang ingin dianggap hebat, sukses, dan berarti.
    Tapi kadang caranya salah: lewat pamer.
  2. Ingin Dihargai
    Ada rasa bangga setelah mencapai sesuatu, dan ingin orang tahu.
    Tapi kalau niatnya berubah jadi “biar orang tahu aku lebih keren”, itu bahaya.
  3. Ikut-ikutan Tren
    Banyak konten viral karena pamer, akhirnya orang lain ikut.
    “Kalau nggak posting, nanti dikira nggak punya.”
  4. Kurang Rasa Syukur dan Rendah Hati
    Orang yang terlalu sibuk membuktikan diri sering lupa bahwa semua rezeki itu titipan.

 Dampak Buruk Riya dan Flexing

  1. Hati jadi tidak tenang.
    Selalu ingin dilihat orang, takut tidak diperhatikan.
  2. Menumbuhkan iri dan dengki.
    Orang lain bisa merasa rendah diri, iri, atau marah melihat pameran berlebihan.
  3. Menghilangkan nilai ibadah dan keberkahan.
    Dalam agama, amal yang disertai riya tidak diterima karena niatnya salah.
  4. Menimbulkan kebohongan sosial.
    Banyak yang tampak bahagia dan kaya di media sosial, tapi sebenarnya hidupnya penuh tekanan dan utang.
  5. Memicu gaya hidup konsumtif.
    Karena ingin terlihat keren, banyak orang membeli hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

Bagaimana Supaya Tidak Terjebak Riya atau Flexing?

  1. Luruskan niat.
    Tanya diri sendiri: “Aku posting ini karena mau berbagi atau mau dipuji?”
  2. Kurangi pamer hal pribadi.
    Tidak semua kebahagiaan perlu diumumkan.
  3. Gunakan media sosial untuk manfaat.
    Bagikan ilmu, motivasi, atau pengalaman yang bisa menginspirasi tanpa menyinggung orang lain.
  4. Belajar rendah hati.
    Orang yang benar-benar sukses biasanya tidak perlu membuktikan diri.
  5. Jaga privasi dan kesederhanaan.
    Biar orang mengenal kita karena karakter, bukan karena barang yang kita punya.

Penutup

Riya dan flexing sama-sama bisa membuat hati kotor, walaupun bentuknya berbeda.
Riya merusak keikhlasan ibadah, sedangkan flexing bisa menumbuhkan kesombongan dan iri di masyarakat.
Media sosial memang tempat berbagi, tapi tidak semua hal perlu diperlihatkan.
Kadang, hal paling berharga justru yang tidak diumbar.

“Yang paling indah bukan saat dilihat banyak orang,
tapi saat dilihat Tuhan dan diterima dengan ikhlas.”
💭

 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)