Apa Itu Riya?
Riya berarti pamer
dalam hal kebaikan atau ibadah, supaya dipuji orang.
Asalnya dari bahasa Arab “ra’a – yura’i”, artinya memperlihatkan sesuatu
dengan sengaja agar dilihat orang lain.
📍 Intinya:
Seseorang melakukan kebaikan bukan karena ikhlas, tapi supaya terlihat
“wah” di mata orang lain.
Contoh Perilaku Riya
- Sedekah
tapi disiarkan ke media sosial, misalnya:
“Aku baru nyumbang 5 juta buat anak yatim. Semoga menginspirasi ya!”
(Padahal maksudnya lebih ke “lihat aku dermawan”). - Shalat
atau ibadah di tempat umum dengan niat biar dilihat orang.
Misalnya sengaja suara doanya dikeraskan, atau posisi shalatnya biar kelihatan di foto. - Membantu
orang lalu mengunggahnya di story dengan caption berlebihan.
Misalnya, “Nggak banyak yang bisa bantu orang seperti aku.” - Posting
kegiatan keagamaan bukan untuk dakwah, tapi untuk pencitraan.
Contoh: upload foto haji/umrah dengan fokus pada gelang VIP, hotel, atau koper mahalnya. - Memberi
nasihat agama tapi dengan nada sombong.
“Makanya, jadilah seperti saya yang selalu shalat tepat waktu.”
🪞Tanda-tanda
riya:
- Niat
berubah dari “karena Tuhan” jadi “karena ingin dilihat orang”.
- Kalau
tidak ada yang melihat, semangatnya langsung turun.
- Kalau
dipuji orang, jadi makin semangat; kalau tidak, malah kecewa.
Apa Itu Flexing?
Flexing adalah
istilah modern untuk pamer kekayaan, barang mahal, gaya hidup mewah, atau
status sosial.
Biasanya dilakukan di media sosial agar orang lain kagum atau iri.
📍 Intinya:
Ingin terlihat sukses, keren, dan punya segalanya.
Contoh Perilaku Flexing
- Posting
mobil baru, lengkap dengan caption:
“Akhirnya kerja keras terbayar. Tuhan baik banget 🥰.” - Unboxing
barang mahal (jam tangan, tas, HP) sambil menyebut harganya.
“Jam ini sih nggak seberapa, cuma 120 juta aja.” - Review
hotel mewah tapi lebih banyak menunjukkan kemewahan daripada memberi
informasi.
“Tuh lihat guys, kamar mandinya aja segede ruang tamu kalian!” - Konten
jalan-jalan atau umrah tapi fokus pada kemewahan.
“Nih, pas umrah kemarin aku nginep di hotel bintang lima, view-nya Ka’bah langsung 😎.” - Pamer
saldo rekening, sertifikat, atau hadiah dari brand mahal.
“Nggak nyangka, kerja keras bisa sampai segini (padahal sambil buka rekening).” - Pamer
lewat gaya bicara:
“Aku sih kalau nggak pakai parfum merek luar, ngerasa aneh.”
🪞Tanda-tanda
flexing:
- Ingin
terlihat kaya, bukan berbagi informasi.
- Sering
membandingkan diri dengan orang lain.
- Fokus
pada “berapa harga” bukan “apa manfaat”.
- Nggak tenang kalau tidak upload sesuatu yang bisa dikagumi orang.
Apakah Riya dan Flexing Itu Sama?
Tidak
sepenuhnya sama, tapi mirip dalam niatnya.
|
Aspek |
Riya |
Flexing |
|
Tujuan |
Mencari
pujian dalam hal kebaikan atau ibadah |
Mencari
pengakuan dalam hal duniawi |
|
Bentuk |
Pamer
amal, ibadah, atau sifat baik |
Pamer
harta, gaya hidup, atau pencapaian |
|
Nilai
moral |
Dosa
(dalam pandangan agama) karena niatnya tidak ikhlas |
Tidak
selalu dosa, tapi bisa menjerumuskan ke kesombongan dan iri hati |
|
Contoh |
Posting
sedekah di media sosial |
Posting
mobil baru, tas branded, atau hotel mewah |
Sekarang
banyak orang bikin konten dengan niat “review”, tapi cara penyajiannya malah
terkesan pamer.
Contohnya:
- Review
Emas
- Tujuan
baik: kasih tahu cara memilih emas asli, cara tawar-menawar di toko.
- Tapi
kalau videonya fokus pada banyaknya emas, gelang, atau toko mewah → orang
bisa menilai itu riya atau flexing.
- Review
Hotel
- Kalau
tujuannya berbagi pengalaman, kasih informasi harga dan fasilitas →
bagus.
- Tapi
kalau kontennya berisi kalimat seperti “kamar ini sih cuma buat yang
mampu aja” → itu sudah pamer.
- Review
Mobil atau Motor Baru
- Kalau
menjelaskan kelebihan dan kekurangannya secara objektif, itu edukatif.
- Tapi
kalau tujuannya hanya buat bilang “lihat, akhirnya aku beli mobil ini
juga!” → jadi flexing.
- Review
Gaya Hidup
- “Morning
routine” tapi semua alat yang dipakai branded dan mahal → niatnya
terlihat ingin dipuji.
- Ingin
Diakui
Manusia memang ingin dianggap hebat, sukses, dan berarti.
Tapi kadang caranya salah: lewat pamer. - Ingin
Dihargai
Ada rasa bangga setelah mencapai sesuatu, dan ingin orang tahu.
Tapi kalau niatnya berubah jadi “biar orang tahu aku lebih keren”, itu bahaya. - Ikut-ikutan
Tren
Banyak konten viral karena pamer, akhirnya orang lain ikut.
“Kalau nggak posting, nanti dikira nggak punya.” - Kurang
Rasa Syukur dan Rendah Hati
Orang yang terlalu sibuk membuktikan diri sering lupa bahwa semua rezeki itu titipan.
- Hati
jadi tidak tenang.
Selalu ingin dilihat orang, takut tidak diperhatikan. - Menumbuhkan
iri dan dengki.
Orang lain bisa merasa rendah diri, iri, atau marah melihat pameran berlebihan. - Menghilangkan
nilai ibadah dan keberkahan.
Dalam agama, amal yang disertai riya tidak diterima karena niatnya salah. - Menimbulkan
kebohongan sosial.
Banyak yang tampak bahagia dan kaya di media sosial, tapi sebenarnya hidupnya penuh tekanan dan utang. - Memicu
gaya hidup konsumtif.
Karena ingin terlihat keren, banyak orang membeli hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
Bagaimana Supaya Tidak Terjebak Riya atau Flexing?
- Luruskan
niat.
Tanya diri sendiri: “Aku posting ini karena mau berbagi atau mau dipuji?” - Kurangi
pamer hal pribadi.
Tidak semua kebahagiaan perlu diumumkan. - Gunakan
media sosial untuk manfaat.
Bagikan ilmu, motivasi, atau pengalaman yang bisa menginspirasi tanpa menyinggung orang lain. - Belajar
rendah hati.
Orang yang benar-benar sukses biasanya tidak perlu membuktikan diri. - Jaga
privasi dan kesederhanaan.
Biar orang mengenal kita karena karakter, bukan karena barang yang kita punya.
Penutup
Riya dan
flexing sama-sama bisa membuat hati kotor, walaupun bentuknya berbeda.
Riya merusak keikhlasan ibadah, sedangkan flexing bisa menumbuhkan kesombongan
dan iri di masyarakat.
Media sosial memang tempat berbagi, tapi tidak semua hal perlu
diperlihatkan.
Kadang, hal paling berharga justru yang tidak diumbar.
“Yang
paling indah bukan saat dilihat banyak orang,
tapi saat dilihat Tuhan dan diterima dengan ikhlas.” 💭

