Tabarruj di Media Sosial

0

 


🌸 Apa Itu Tabarruj?

Secara sederhana, tabarruj berarti menampakkan perhiasan, kecantikan, atau daya tarik diri (terutama bagi perempuan) dengan cara yang menarik perhatian orang lain, khususnya lawan jenis.

Kata “tabarruj” berasal dari bahasa Arab تَبَرُّج, dari akar kata baraja yang artinya tampak jelas atau menonjol. Dalam konteks sosial dan agama, maknanya berkembang menjadi perilaku yang menunjukkan penampilan berlebihan atau mencolok, bukan sekadar berpakaian rapi, tapi tujuannya agar dilihat, dikagumi, atau dipuji orang lain.

 

🧕 Tabarruj di Zaman Dahulu

Kalau kita melihat sejarah, tabarruj zaman dulu biasanya terjadi secara fisik:

  • Perempuan keluar rumah dengan pakaian mencolok, wewangian yang kuat, dan berdandan berlebihan.
  • Mereka berjalan atau bersikap dengan cara yang menarik perhatian laki-laki.
  • Dalam konteks agama, hal ini dianggap melanggar nilai kesopanan dan kesederhanaan yang diajarkan dalam syariat.

📖 Dalam beberapa tafsir klasik, tabarruj disebut sebagai gaya wanita jahiliyah, yaitu ketika perempuan tampil bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk menarik pandangan orang lain.

 

📱 Tabarruj di Zaman Sekarang (Era Media Sosial)

Nah, di era sekarang, tabarruj tidak harus keluar rumah.
Bahkan dari kamar pun seseorang bisa “keluar” ke dunia — lewat update status, posting foto, atau video di media sosial.

Artinya, tabarruj modern bisa terjadi secara digital, bukan fisik.

 

⚠️ Bentuk-bentuk Tabarruj di Media Sosial

Berikut contoh-contoh nyata yang sering terjadi, mungkin tanpa disadari:

  1. Posting foto berlebihan hanya untuk mencari pujian.
    Misalnya selfie dengan pose menggoda, captionnya: “Capek kerja tapi tetep glowing
    😘.”
    → Niatnya bukan sekadar dokumentasi, tapi ingin dipuji cantik.
  2. Menunjukkan aurat atau pakaian ketat di media sosial.
    Misalnya baju olahraga yang terlalu terbuka dengan caption “no filter today”.
    → Ini termasuk tabarruj digital karena menampakkan sesuatu yang mestinya dijaga.
  3. Makeup berlebihan hanya untuk konten.
    Tidak masalah berdandan rapi, tapi kalau tujuannya “biar viral karena cantik”, maka niatnya sudah bergeser.
  4. Konten dance, lipsync, atau trend TikTok yang sensual.
    Banyak yang berdalih “cuma ikut tren”, tapi kalau gerakannya mengundang pandangan berlebihan, termasuk tabarruj.
  5. Menonjolkan kemewahan dan gaya hidup glamor.
    Meski bukan aurat fisik, tapi menonjolkan harta dan kemewahan juga bagian dari pamer daya tarik duniawi.
  6. Foto “before-after” berlebihan.
    Misalnya dari wajah polos jadi full makeup dengan efek transisi menggoda — niat awalnya hiburan, tapi bisa menjerumuskan ke tabarruj digital.

 

💬 Mengapa Tabarruj di Media Sosial Banyak Terjadi?

  1. Ingin diakui dan dipuji.
    Rasa ingin tampil cantik dan diperhatikan itu naluriah. Tapi di media sosial, mudah sekali niat itu berubah jadi ajang validasi.
  2. Algoritma media sosial mendorong konten pamer.
    Postingan yang menonjolkan wajah, tubuh, atau gaya hidup glamor biasanya lebih cepat viral. Akhirnya, banyak yang “tanpa sadar” ikut arus itu.
  3. Lingkungan digital yang kompetitif.
    Orang berlomba-lomba terlihat paling cantik, paling bahagia, paling “sempurna”. Padahal belum tentu begitu di dunia nyata.

 

🪞 Perbedaan Antara Merawat Diri dan Tabarruj

Aspek

Merawat Diri

Tabarruj

Niat

Untuk kebersihan, kesehatan, dan menghargai diri

Untuk pamer atau menarik perhatian orang

Cara

Rapi, sopan, sesuai tempat dan waktu

Berlebihan, mencolok, dan mengundang pandangan

Dampak

Meningkatkan percaya diri secara positif

Mengundang pujian, komentar, dan godaan negatif

Contoh

Berpakaian sopan dan wangi ke tempat kerja

Berdandan menor lalu posting pose menggoda di medsos

🧠 Jadi, tidak semua tampil cantik itu tabarruj.
Yang membedakan adalah niat dan konteksnya.

 

💡 Apakah Media Sosial Bisa Jadi “Tobat dari Tabarruj”?

Jawabannya: bisa banget.
Media sosial itu netral — tergantung cara kita menggunakannya.

Beberapa cara menjadikan media sosial sebagai ladang tobat:

  1. Gunakan untuk berbagi hal positif.
    Misalnya motivasi, edukasi, dakwah ringan, atau karya kreatif.
  2. Ubah konten yang dulu fokus pada penampilan jadi fokus pada manfaat.
    Misalnya dari “OOTD of the day” ke “tips berpakaian sopan tapi tetap stylish”.
  3. Kurangi posting hal pribadi yang tidak perlu.
    Tidak semua hal harus diumbar — simpan sebagian untuk diri sendiri.
  4. Perbanyak konten reflektif dan edukatif.
    Misalnya berbagi pengalaman hijrah, self-control, atau literasi moral.
  5. Follow akun yang positif.
    Biar algoritma juga menampilkan konten yang sehat untuk hati.
  6. Terapkan niat ikhlas di dunia digital.
    Sebelum upload, tanya diri sendiri:
    “Kalau ini nggak ada yang like, aku masih mau posting nggak?”

 

🧭 Refleksi Pribadi

Banyak orang — terutama remaja — terjebak dalam tabarruj digital tanpa sadar.
Mereka tidak berniat buruk, hanya ingin “eksis”. Tapi dari sana muncul banyak dampak:

  • Diri jadi bergantung pada validasi orang lain,
  • Orang lain iri atau salah fokus,
  • Dan yang paling berat, keikhlasan hati terkikis.

Padahal, yang paling indah dari seorang wanita (atau siapa pun) bukan yang dilihat mata,
tapi yang dirasakan lewat akhlak, tutur kata, dan ketulusan hati.

 

🌷 Penutup

Tabarruj bukan hanya tentang pakaian, tapi tentang niat, sikap, dan cara menampilkan diri.
Di era media sosial, kita semua — laki-laki maupun perempuan — perlu lebih berhati-hati.
Tidak semua “tampil cantik” atau “update gaya hidup” itu salah,
tapi jangan sampai niatnya berubah jadi ingin dipuji manusia dan lupa menjaga pandangan Tuhan.

“Cantik itu fitrah,
tapi ketika kecantikan dijadikan alat pamer, maka ia berubah jadi ujian.”

 


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)