1. Apa Itu Stoisisme?
Stoisisme adalah sebuah filsafat hidup yang lahir di Yunani kuno sekitar abad ke-3 SM, dipelopori oleh Zeno dari Citium, kemudian dikembangkan oleh tokoh seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius.
Secara sederhana, Stoisisme mengajarkan bahwa:
- Kita tidak bisa mengendalikan segala hal di luar diri kita (misalnya cuaca, pendapat orang lain, atau nasib).
- Namun, kita bisa mengendalikan diri sendiri—pikiran, sikap, dan tindakan.
Prinsip utamanya adalah hidup selaras dengan akal budi dan kebajikan, serta menerima dengan tenang apa yang terjadi di luar kendali kita.
2. Prinsip Utama Stoisisme
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam Stoisisme:
a. Dikotomi Kendali (The Dichotomy of Control)- Hal yang bisa kita kendalikan: pikiran, perasaan, tindakan, keputusan.
- Hal yang tidak bisa kita kendalikan: opini orang lain, masa lalu, masa depan, kesehatan sepenuhnya, kematian.
👉 Contoh: Kita bisa belajar dengan tekun (kendali kita), tapi kita tidak bisa menjamin nilai ujian 100% bagus (bukan kendali kita).
b. Hidup Sesuai KebajikanStoisisme menekankan empat kebajikan utama:
- Kebijaksanaan (wisdom) – membuat keputusan dengan akal sehat.
- Keberanian (courage) – menghadapi kesulitan dengan tabah.
- Keadilan (justice) – berlaku adil pada diri sendiri dan orang lain.
- Pengendalian diri (temperance) – tidak berlebihan dalam emosi maupun keinginan.
Stoik menerima segala sesuatu yang terjadi, bahkan yang sulit sekalipun, sebagai bagian dari kehidupan. Bukan berarti pasrah, tetapi melihat makna dari setiap peristiwa.
d. Memento Mori (Ingat Kematian)Stoisisme mengingatkan bahwa hidup itu singkat. Kesadaran akan kematian membuat kita menghargai waktu dan fokus pada hal penting.
3. Perilaku Stoik dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut contoh konkret bagaimana prinsip stoik tampak dalam perilaku:
1. Menghadapi Kritik atau Hinaan- Orang stoik tidak mudah marah atau tersinggung.
- Ia akan berpikir: “Saya tidak bisa mengendalikan ucapan orang, tapi saya bisa mengendalikan reaksi saya.”
👉 Contoh: Ketika diejek, ia hanya tersenyum atau menjawab dengan tenang tanpa balas dendam.
- Orang stoik melihat kegagalan sebagai pelajaran, bukan akhir segalanya.
👉 Contoh: Gagal dalam wawancara kerja → “Saya sudah berusaha maksimal, mungkin belum rezeki. Saya bisa memperbaiki diri untuk kesempatan berikutnya.”
- Tidak meledak-ledak ketika marah, tidak larut ketika sedih, tidak berlebihan ketika senang.
👉 Contoh: Saat macet panjang, orang stoik memilih mendengarkan podcast atau musik, bukan mengumpat di jalan.
- Tidak tergila-gila pada harta atau status sosial.
👉 Contoh: Meski mampu membeli barang mewah, ia tetap hidup sederhana karena kebahagiaan sejati datang dari batin, bukan benda.
- Orang stoik sadar bahwa semua yang kita miliki bersifat sementara.
👉 Contoh: Ketika smartphone hilang, ia tidak larut dalam kesedihan, melainkan berkata: “Memang bukan milik saya untuk selamanya.”
4. Relevansi Stoisisme di Era Modern
Stoisisme kembali populer di zaman sekarang karena:
- Banyak orang mengalami stres, overthinking, dan kecemasan.
- Stoisisme memberi panduan praktis untuk menjaga ketenangan batin.
- Bahkan di dunia psikologi, Stoisisme punya pengaruh besar terhadap terapi modern, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang menekankan pengendalian pikiran dan respon emosional.
5. Ringkasan
Stoisisme adalah seni hidup dengan tenang, rasional, dan berfokus pada hal yang bisa dikendalikan.
- Kendalikan diri, bukan dunia.
- Terima takdir, bukan berarti menyerah.
- Fokus pada kebajikan, bukan pada pujian atau harta.
Dengan begitu, kita bisa hidup lebih damai, bijak, dan kuat menghadapi tantangan.
Hubungan dengan Islam
1. Prinsip Dikotomi Kendali (Stoik) vs Tawakal (Islam)Stoisisme:
Kita hanya bisa mengendalikan pikiran, emosi, dan tindakan; hal di luar kendali (nasib, rezeki, opini orang lain) tidak perlu membuat kita resah.
Islam:
Dalam Islam, ini sejalan dengan konsep tawakal, yaitu berserah diri kepada Allah setelah berusaha maksimal.
📖 “…Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah…” (QS. Ali Imran: 159)
👉 Contoh:
- Stoik: Tidak marah ketika hujan merusak acara karena itu di luar kendali.
- Islam: Menerima hujan sebagai takdir Allah, sambil mengingat doa saat hujan.
2. Prinsip Amor Fati (Mencintai Takdir) vs Ridha & Sabar
Stoisisme:
Menerima dan bahkan mencintai takdir, termasuk hal-hal yang pahit.
Islam:
Islam mengajarkan ridha dan sabar.
📖 “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
📖 Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapat kesenangan ia bersyukur, itu baik baginya; jika ditimpa kesusahan ia bersabar, itu baik baginya." (HR. Muslim, no. 2999)
👉 Contoh:
- Stoik: Kehilangan harta bukan masalah karena memang takdir.
- Islam: Kehilangan harta disikapi dengan sabar dan ridha, sambil tetap menjaga ikhtiar.
3. Prinsip Memento Mori (Ingat Kematian) vs Dzikirul Maut
Stoisisme:
Selalu mengingat kematian agar hidup lebih bermakna.
Islam:
Islam sangat menekankan untuk sering mengingat mati.
📖 Rasulullah ï·º bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi, no. 2307)
👉 Contoh:
- Stoik: Menyadari waktu terbatas → fokus pada hal penting.
- Islam: Mengingat mati → memperbanyak amal saleh, tidak lalai dalam ibadah.
4. Prinsip Mengendalikan Emosi vs Menahan Amarah
Stoisisme:
Orang bijak tidak mudah marah atau terseret emosi.
Islam:
Alquran dan hadis menekankan menahan amarah sebagai ciri orang beriman.
📖 “…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)
📖 Rasulullah ﷺ bersabda:
"Orang kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, tapi orang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah." (HR. Bukhari & Muslim)
👉 Contoh:
- Stoik: Saat dihina, tidak marah, hanya tersenyum.
- Islam: Saat dihina, memilih sabar, memaafkan, atau diam agar tidak memperkeruh suasana.
5. Prinsip Kesederhanaan vs Zuhud
Stoisisme:
Kebahagiaan tidak bergantung pada harta atau status, melainkan pada batin yang tenang.
Islam:
Islam mengajarkan zuhud, yaitu tidak meletakkan cinta dunia di hati, meski punya harta.
📖 Rasulullah ﷺ bersabda:
"Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa." (HR. Bukhari & Muslim)
👉 Contoh:
- Stoik: Hidup sederhana meskipun kaya.
- Islam: Sahabat Nabi seperti Abdurrahman bin Auf kaya raya, tapi tetap zuhud dan dermawan.
6. Prinsip Hidup Sesuai Kebajikan vs Akhlak Mulia
Stoisisme:
Empat kebajikan: kebijaksanaan, keberanian, keadilan, pengendalian diri.
Islam:
Akhlak mulia adalah inti ajaran Islam.
📖 Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad, no. 8952)
👉 Contoh:
- Stoik: Berani menegakkan kebenaran meski sendirian.
- Islam: Umar bin Khattab dikenal pemberani dalam menegakkan keadilan.
7. Analisis Singkat
- Stoisisme adalah upaya manusia dengan akal untuk menemukan ketenangan.
- Islam adalah bimbingan wahyu yang menyempurnakan pencarian itu, memberi arah dan tujuan akhir: ridha Allah.
Jika Stoik fokus pada “kebijaksanaan demi kedamaian batin”, Islam menambahkan dimensi spiritual: kedamaian batin + pahala akhirat.
Kesimpulan
Bisa dikatakan, prinsip Stoisisme sangat dekat dengan ajaran Islam:
- Dikotomi kendali = Tawakal
- Amor Fati = Ridha & Sabar
- Memento Mori = Ingat mati
- Mengendalikan emosi = Menahan amarah
- Kesederhanaan = Zuhud
- Hidup sesuai kebajikan = Akhlak mulia
Bedanya, Islam bukan hanya filsafat, tetapi jalan hidup yang lengkap dengan tuntunan ibadah, syariat, dan tujuan akhir menuju Allah ï·».