1. Apa yang Dimaksud dengan “Standar TikTok”?
Standar
TikTok bukan istilah resmi, tetapi sebuah fenomena sosial budaya yang
muncul karena pengaruh besar media sosial TikTok terhadap cara berpikir,
berpakaian, berbicara, berperilaku, dan menilai diri sendiri serta orang lain.
Secara
sederhana, “standar TikTok” adalah patokan gaya hidup dan nilai
populer yang terbentuk dari apa yang sering muncul, viral, dan dianggap
keren di TikTok.
Misalnya:
- Cara
berpakaian yang dianggap “esthetic” atau “kekinian”.
- Gaya
bicara dan ekspresi yang meniru influencer.
- Penilaian
terhadap kecantikan, popularitas, dan kesuksesan yang diukur dari views,
likes, dan followers.
Jadi,
yang dulunya standar hidup berasal dari agama, budaya, atau moral keluarga,
kini mulai digeser oleh standar media sosial—khususnya TikTok.
2. Perilaku yang Termasuk “Standar TikTok”
Berikut
beberapa contoh perilaku nyata yang termasuk bagian dari “standar TikTok”:
a. Standar Penampilan
- Laki-laki
harus tampil cool, glowing skin, badan ideal.
- Perempuan
dianggap cantik jika memiliki wajah filterable (cerah, tirus,
hidung mancung, bibir tebal).
- Banyak
remaja mulai mengejar penampilan digital, bukan lagi penampilan
nyata.
Contoh:
Mengedit wajah berlebihan, operasi kecil, atau menggunakan filter agar terlihat
seperti influencer.
b. Standar Popularitas
- Ukuran
keberhasilan bukan lagi akhlak atau ilmu, tetapi jumlah pengikut dan
penonton.
- Orang
dianggap “berharga” jika viral.
Contoh:
Seorang siswa lebih dihormati karena punya 50 ribu followers TikTok dibanding
karena rajin shalat atau berprestasi di sekolah.
c. Standar Perilaku dan Ekspresi
- Mengikuti
tren joget, lipsync, atau transition video yang terkadang
menonjolkan aurat.
- Membuat
konten berlebihan demi perhatian (oversharing), termasuk
menceritakan masalah pribadi atau keluarga.
- Perilaku
meniru gaya bicara kasar, menggoda, atau flexing harta dan tubuh.
d. Standar Hubungan dan Romantisme
- Pacaran,
flirting online, atau membuat konten “couple goals” dianggap lucu dan
wajar.
- Batas
antara aurat, privasi, dan perhatian publik makin kabur.
Contoh:
pasangan remaja saling menyuapi di TikTok, direkam lalu diposting untuk likes.
e. Standar Kesuksesan
- Orang
dianggap sukses kalau bisa monetize TikTok: jadi seleb, endorser,
atau viral karena sensasi.
- Gaya
hidup konsumtif meningkat demi citra: beli barang mahal untuk konten,
meski belum mampu.
3. Bagaimana TikTok Menjadi “Standar Kehidupan”
Saat Ini?
TikTok
menjadi standar baru kehidupan karena beberapa alasan sosial dan
psikologis:
a. Algoritma yang Mempengaruhi Pikiran
TikTok
menampilkan konten yang membuat pengguna merasa terhubung dan ingin meniru.
Lama-kelamaan, otak manusia menganggap apa yang sering dilihat sebagai “normal”
dan “ideal”.
b. Kebutuhan Pengakuan Sosial
Manusia
ingin diakui, dipuji, dan diterima. TikTok memberi penghargaan instan
berupa likes dan views.
Ini menimbulkan dopamin effect (kenikmatan sesaat), membuat orang terus
mengejar perhatian.
c. Perubahan Budaya dari Kolektif ke Individual
Dulu,
nilai hidup diukur dari kontribusi pada keluarga dan masyarakat.
Sekarang, nilai hidup sering diukur dari personal branding di media
sosial.
d. Generasi yang Tumbuh dalam Dunia Digital
Bagi
remaja, TikTok bukan sekadar hiburan—melainkan bagian dari identitas sosial.
Mereka belajar gaya, emosi, bahkan moral dari TikTok, bukan lagi dari rumah
atau sekolah.
4. Benturan dengan Standar Kehidupan dalam Islam
Dalam
Islam, standar kehidupan adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan tren
sosial.
Allah berfirman:
“Dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.”
(QS. Al-An’am: 153)
TikTok
sebagai media netral sebenarnya bisa digunakan untuk kebaikan (dakwah, edukasi,
kreativitas),
tetapi ketika standar TikTok menggantikan standar agama, terjadilah benturan
nilai.
Berikut
contoh nyata benturannya:
Aspek Kehidupan |
Standar TikTok |
Standar Islam |
Dampak Negatif |
Pakaian |
Menonjolkan
aurat demi “esthetic” |
Menutup
aurat, menjaga kehormatan |
Terbukanya
aurat, hilangnya rasa malu |
Popularitas |
Dikejar
demi likes dan followers |
Niat
amal karena Allah |
Riya’
(pamer), sombong |
Ucapan |
Bahasa
kasar, menggoda |
Ucapkan
yang baik (QS. Al-Ahzab:70) |
Normalisasi
maksiat |
Interaksi
lawan jenis |
Romantis
di depan publik |
Jaga
pandangan dan adab |
Fitnah,
zina hati |
Waktu |
Habis
untuk scroll dan konten |
Gunakan
waktu untuk ibadah dan ilmu |
Lalai
dan malas beramal |
5. Contoh-Contoh Perilaku yang Termasuk Menyimpang
dari Standar Islam
Berikut
contoh yang sering muncul di TikTok dan jelas bertentangan dengan ajaran Islam:
- Joget
atau challenge dengan pakaian ketat di ruang publik →
melanggar adab berpakaian.
- Konten
“couple goals” dengan sentuhan fisik atau kata mesra →
mendekati zina.
- Pamer
harta, tubuh, atau gaya hidup mewah → menumbuhkan riya’,
sombong, dan iri.
- Menghina
orang lain atau membuat konten roasting → termasuk ghibah dan
menyakiti hati.
- Mengedit
wajah berlebihan atau filter ekstrem → memalsukan ciptaan Allah
(takdir fisik).
- Mengabaikan
waktu shalat demi konten → mendahulukan dunia
daripada akhirat.
6. Penutup: Kembali pada Standar Ilahi
TikTok
hanyalah alat.
Namun jika alat itu menjadi tolok ukur kehidupan, maka manusia
kehilangan arah spiritualnya.
Sebagaimana
sabda Rasulullah ï·º:
“Akan
datang suatu masa kepada manusia, mereka tidak peduli dari mana mereka
mendapatkan harta — apakah dari yang halal atau haram.”
(HR. Bukhari)
Standar
hidup muslim seharusnya tetap berpijak pada:
- Iman
(keyakinan kepada Allah),
- Ilmu
(pengetahuan yang benar),
- Akhlaq
(perilaku yang mencerminkan Islam).
Gunakan
TikTok untuk dakwah, edukasi, dan inspirasi positif — bukan untuk meniru
“standar dunia maya” yang rapuh.