1. Fenomena Joget TikTok: Antara Ekspresi dan Tren
Sosial
TikTok
lahir dari budaya hiburan visual: musik, tarian, ekspresi wajah, dan
kreativitas gerak.
Joget di TikTok sering dipandang sebagai bentuk “self-expression”, yaitu
cara seseorang menampilkan jati diri, melepaskan stres, atau mengikuti tren
global.
Namun, di
balik itu, kita perlu memahami bahwa bentuk ekspresi tidak pernah bebas
nilai.
Apa yang dilakukan di ruang digital tetap berdampak sosial, moral, dan bahkan
spiritual.
⚖️ Singkatnya:
Joget TikTok bisa jadi kreativitas,
tapi juga bisa melanggar batas akhlak, tergantung niat, konteks,
pakaian, dan tujuannya.
2. Dua Sisi Pandangan: Kebebasan Ekspresi vs Nilai
Akhlak
A. Pandangan yang Mendukung (Kebebasan Ekspresi)
Sebagian
orang berpendapat bahwa:
- Joget
adalah seni dan hiburan.
Gerakan tubuh mengikuti irama lagu tidak selalu bermakna negatif. - Setiap
orang berhak mengekspresikan diri.
Selama tidak melanggar hukum atau menyakiti orang lain, hal itu dianggap sah. - Media
sosial adalah ruang pribadi.
Orang bebas menunjukkan kreativitas dan gaya hidup mereka.
Pandangan
ini biasanya muncul dari nilai liberal modern yang menempatkan kebebasan
individu di atas norma kolektif.
B. Pandangan yang Kritis (Berdasarkan Akhlak dan
Moral)
Dari sisi
nilai moral dan akhlak Islam, kebebasan tetap harus diatur oleh batas
etika dan syariat.
Tidak semua yang “boleh secara teknologi” menjadi “benar secara moral”.
Allah SWT
berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah.”
(QS. Shad: 26)
Dalam
konteks ini, konten joget TikTok sering kali:
- Menonjolkan
aurat (karena pakaian ketat, terbuka, atau menggoda).
- Mengandung
gerakan sensual yang memancing nafsu.
- Menggunakan
soundtrack dengan lirik tidak senonoh atau makna cabul.
- Diniatkan
untuk menarik perhatian atau viral, bukan sekadar ekspresi seni.
Maka,
ketika unsur-unsur tersebut muncul, joget bukan lagi kebebasan, tapi pelanggaran
akhlak dan kehormatan diri.
3. Dampak Sosial dan Psikologis
Fenomena
joget viral di TikTok punya dampak sosial yang sering tidak disadari:
a. Perubahan Standar Kepantasan
Remaja
menilai sesuatu “boleh” hanya karena banyak orang melakukannya.
Nilai “malu” dan “batas aurat” mulai kabur.
b. Objektifikasi Tubuh
Banyak
pengguna—terutama perempuan—dihargai dari penampilan dan tubuhnya, bukan
isi pikirannya.
Hal ini memupuk budaya body validation: “semakin seksi, semakin banyak
like”.
c. Gangguan Psikologis Halus
Ketika
konten tidak mendapat perhatian, muncul rasa minder, tidak berharga, bahkan
depresi.
Artinya, nilai diri digantungkan pada validasi digital, bukan pada martabat
sejati.
4. Perspektif Islam terhadap “Joget”
Dalam
Islam, gerakan tubuh (menari) tidak otomatis haram, tetapi dibatasi
oleh konteks dan tujuan.
Ada dua kategori utama:
- Boleh
/ Mubah
- Jika
dilakukan dalam acara halal (misalnya pernikahan, kebudayaan
tradisional).
- Tidak
menampakkan aurat.
- Tidak
memancing syahwat.
- Tidak
bertujuan pamer atau mencari perhatian.
- Dilakukan
di lingkungan yang mahram.
- Haram
/ Tercela
- Jika
menampakkan aurat, melakukan gerakan sensual, atau menggunakan lagu
dengan makna cabul.
- Jika
dilakukan di depan umum, atau direkam dan disebar ke media sosial.
- Jika
niatnya mencari popularitas dan pujian.
Rasulullah
ï·º bersabda:
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang menampakkan
(dosanya).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya,
sesuatu yang mungkin masih bisa dimaafkan di ruang pribadi bisa menjadi dosa
yang lebih berat ketika dipertontonkan.
5. Contoh Nyata di Dunia Maya
- Joget
dengan pakaian olahraga ketat di tempat umum,
diiringi musik sensual → bertentangan dengan nilai akhlak.
- Joget
dengan niat humor dan busana sopan, diiringi lagu daerah →
masih bisa diterima jika tujuannya murni hiburan budaya.
- Joget
anak-anak meniru tren dewasa → berbahaya karena merusak
pemahaman usia dini tentang adab tubuh.
6. Kesimpulan
Fenomena joget
TikTok adalah cerminan benturan antara budaya global yang permisif
dan nilai Islam yang menjaga kehormatan.
Aspek |
Kebebasan Ekspresi |
Nilai Akhlak Islam |
Tujuan |
Menunjukkan
diri |
Menjaga
diri |
Tolok
ukur |
Like,
views, tren |
Ridha
Allah |
Orientasi |
Dunia
& popularitas |
Akhirat
& kehormatan |
Dampak |
Sensasi
& kepuasan sesaat |
Ketenangan
batin & kemuliaan |
Jadi, joget
di TikTok bisa menjadi ekspresi seni,
tetapi jika melanggar batas aurat, adab, dan niatnya tidak lurus, maka ia
menjadi bentuk penyimpangan akhlak.
7. Penutup
Islam
tidak menolak seni dan ekspresi. Islam hanya mengarahkan ekspresi agar tetap
bermartabat.
Kita boleh kreatif, menari, dan bergembira — tapi jangan sampai kegembiraan itu
menghapus rasa malu dan adab.
Rasulullah
ï·º bersabda:
“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini
bukan ajakan untuk bebas, tapi peringatan:
jika rasa malu hilang, maka batas antara benar dan salah pun akan ikut hilang.