Sebuah Senyuman di Lapangan Basket
Di SMKN Rajapolah, semua orang tahu siapa Raka.
Cowok yang selalu duduk di pojok kelas, kacamata tipisnya tak pernah
lepas, dan nilainya selalu melesat di papan pengumuman. Raka jarang
berbicara, bahkan teman sekelasnya kadang lupa kalau dia ada di situ.
Bagi Raka, sekolah itu sederhana: datang, belajar, pulang. Cinta? Ah, itu baginya cuma topik murahan di sinetron sore.
Sampai suatu siang, ketika dia pulang lebih lambat dari biasanya karena harus mengurus laporan di ruang guru. Saat melewati lapangan basket, dia melihat seorang gadis dengan rambut terikat tinggi, jersey olahraga, dan tawa yang renyah. Gadis itu berlari, men-dribble bola, lalu melemparkan tembakan. Masuk.
“Pasti atlet,” gumam Raka, tanpa sadar menahan langkah.
Gadis itu bernama Alya. Siswa kelas lain, terkenal aktif di ekstrakurikuler olahraga. Berbanding terbalik dengan Raka, Alya seperti matahari—selalu ceria, selalu memancarkan energi.
Dan entah kenapa, sejak hari itu, Raka merasa penasaran.
Pertemuan Canggung
Suatu sore, perpustakaan mendadak penuh. Tak ada bangku tersisa, kecuali satu kursi di hadapan Raka. Tanpa diduga, Alya datang sambil membawa buku Biologi.
“Eh, boleh duduk di sini nggak?” tanyanya sambil tersenyum.
Raka hampir tersedak udara. “I-Iya, silakan.”
Mereka pun duduk berhadapan. Raka pura-pura sibuk dengan bukunya, tapi sebenarnya jantungnya berisik sekali. Alya membuka bukunya, lalu mengernyit.
“Duh… ini apaan sih, metabolisme? Aku nggak paham-paham,” keluhnya.
Tanpa sadar, Raka nyeletuk, “Itu… proses perubahan zat biokimia di dalam tubuh. Kayak makanan jadi energi.”
Alya menoleh cepat, matanya berbinar. “Kamu ngerti?! Bisa jelasin aku?”
Raka terdiam, wajahnya memanas. “Uhm… bisa.”
Sejak saat itu, Alya sering menghampiri Raka di perpustakaan untuk belajar. Anehnya, setiap kali bersama Alya, Raka merasa nyaman. Gadis itu selalu ceria, selalu punya cerita, dan sering menggoda Raka dengan candaan receh.
Saat Raka Jadi ‘Pahlawan’
Suatu hari, ada pertandingan basket antar-kelas. Alya tentu ikut serta. Raka yang biasanya pulang cepat, entah kenapa memutuskan untuk menonton.
Pertandingan berlangsung sengit. Alya berlari lincah, namun di tengah permainan, kakinya terkilir. Ia meringis kesakitan, duduk di tepi lapangan.
Tanpa berpikir panjang, Raka turun dari tribun. Ia berjongkok di samping Alya.
“Kamu kenapa nggak hati-hati?” katanya dengan nada agak kesal—tapi jelas terlihat khawatir.
Alya nyengir, menahan sakit. “Kan biar dramatis, siapa tahu ada pangeran berkacamata yang nolongin.”
Raka memerah habis. Teman-teman yang melihat pun bersorak menggoda.
“Cieee… Raka!”
Raka membantu Alya berjalan ke UKS. Sepanjang jalan, Alya menggenggam lengan Raka erat-erat. “Ternyata kamu perhatian juga, ya.”
Raka tak menjawab, tapi jantungnya seolah lari maraton.
Pengakuan yang Konyol
Hari demi hari, kebersamaan mereka makin sering. Raka yang dulu dingin perlahan berubah—setidaknya pada Alya.
Hingga suatu sore, di bawah pohon dekat lapangan, Alya tiba-tiba berkata,
“Eh, Rak… aku penasaran. Kamu pernah suka sama orang nggak?”
Raka terdiam. Keringat dingin muncul, padahal sore itu tidak panas. Ia menunduk, mengumpulkan keberanian.
“Aku… aku nggak pernah mikir soal itu. Sampai… aku kenal kamu.”
Alya ternganga, lalu tertawa kecil. “Hah? Jadi, maksudnya… kamu suka aku?”
Raka menutup wajah dengan tangan. “Iya. Tapi… jangan diketawain.”
Alya malah tertawa semakin keras, sampai membuat beberapa anak yang lewat menoleh. Tapi kemudian, gadis itu menepuk bahu Raka pelan.
“Bodoh… kenapa malu? Aku juga suka kamu, tahu.”
Raka menoleh cepat, tak percaya. “Se… serius?”
Alya mengangguk dengan senyum lebarnya. “Iya. Kamu beda dari yang lain. Kamu bikin aku betah, bahkan waktu belajar metabolisme yang bikin pusing.”
Raka akhirnya ikut tertawa. Untuk pertama kalinya, tawanya pecah lepas di sekolah.
Cinta di SMKN Rajapolah
Sejak hari itu, Raka dan Alya resmi jadi pasangan. Teman-teman mereka gemas melihat si pendiam pintar bersama si atlet ceria.
Raka sering mengajari Alya belajar, sementara Alya rajin menyeret Raka keluar kelas untuk menonton pertandingan atau sekadar jajan es teh di kantin.
Kadang, saat Raka sibuk membaca, Alya suka iseng mencoret-coret catatannya dengan doodle hati. Dan anehnya, Raka tak pernah marah—malah diam-diam menyimpannya.
Mereka berbeda seperti buku dan bola basket. Tapi di SMKN Rajapolah, semua orang tahu: justru perbedaan itu yang membuat mereka saling melengkapi.
Dan begitulah, kisah cinta pertama Raka dimulai—sederhana, manis, dan penuh tawa.
Tamat.
Ide Cerita : Himtek TJKT Nerap (Deni Kurnia, M. Yusuf Bahtiar)
Editing by : Assistent Ai
Harap mencantumkan sumber jika ingin menyalin ide ini dalam bentuk apapun. terimakasih.